AKU TAK MAU TERTINGGAL
Oleh Khotimatussa’diyah
Sejenak ku sadar, harapku mulai sirna
Mengguncang sisi jiwaku
Hasrat pun meronta, merebak ditanya
Adilkah dunia bawaku melangkah?
Kutatap cermin diri
Mencari jawab akan sebuah tanya
Gelap hampa tiada warna
Ingin kuhapus semua
Bilakah semua menjadi nyata
Dihidupku ini
Laraku mendera, mendekam di rasa
ini
Adilkah dunia bawaku melangkah
Kugoreskan tinta hitam diatas kertas putih, seputih
anganku untuk mencapai sebuah cita-cita. Ah, tak pantas sekiranya aku menyebut
cita-cita. Aku ini siapa? Hidup hanya bergantung pada orang lain, hidup dengan
sebuah kata kesederhanaan. Life style
sederhana meski lingkungan sebenarnya sudah berlari jauh dari kata sederhana.
Yah, aku hanya berangan, berandai-andai.
GAGAL MASUK BEASISWA
BIDIKMISI SNMPTN UNDANGAN!!
Aku tak habis pikir, siapa
sebenarnya yang “terlalu”. Kepasifanku atau sekolahku. Daftar nama siswa
berprestasi yang diambil 50% dari jumlah siswa, yang digunakan sebagai modal
utama mendaftar SNMPTN Undangan, baru datang 1 hari sebelum tanggal penutupan.
Mencari uang untuk biaya pendaftaran bukanlah hal yang mudah bagiku, bahwasanya
setiap hari aku mendapat uang saku yang hanya cukup untuk ongkos pergi pulang sekolah.
Pada dasarnya aku selalu tidak berani meminta uang kepada ibu asuhku. Kubuka
kotak celengan dilemariku, hanya ada setengah dari biaya pendaftaran dan waktu yang masih tersisa tinggal 1 jam.
Karena besuk hari sabtu yang tentunya semua bank tutup. 1 kesempatan pun
akhirnya berlalu tanpa kepastian.
Ku lari secepat-cepatnya
Tapi kalah lagi
Ku mendarat di kepala
Padahal harusnya dikaki
Aku berjuang kedepan
Tapi tertahan dibelakang
Mengapa terus kulakukan?
Karna aku tak mau tertinggal
Sebagian mengatakan aku tak bisa
Sebagian mengatakan jangan
Sebagian mengatakan menyerahlah
Tapi jawabku, TIDAK!!!
Karna semua daya ada disini
Didiriku, dihatiku dan difikiranku
Yang telah Allah ciptakan
Lebih dari sempurna
Karna kuyakin, Ku tak akan tertinggal
TITIK KEGALAUAN
HATI
“Nak,
Bapak pengen bicara” kata bapak malam itu.
“Iya,
bapak mau ngendikan apa?” jawabku.
“Nak,
bapak minta maaf. Selama ini bapak nggak bisa bahagiain kamu dan kakak-kakakmu.
Bapak hidup seperti ini mungkin karena bapak nggak mempunyai pendidikan tinggi.
Dan bapak ingin kalian bisa lebih baik dari bapak. Jangan pernah nyalahin
takdir, Nak. Introspeksi diri, itulah yang terbaik.” Terang bapak.
“inggih bapak, lantas?” sahutku.
“
hhh...Bapak pengen banget salah satu anak bapak ada yang sarjana. Meski bapak
sadar, bapak nggak akan mampu untuk menyekolahkan kamu setinggi itu. Tapi bapak
akan berusaha, Nak. Tinggal kamu harapan bapak nak, kakak-kakakmu sudah nggak
mungkin lagi. Mereka sudah berkeluarga semua. Mungkin ibumu disana juga
mengharapkan hal yang sama, Nak.” lanjut bapak.
Tidak mungkin terlupakan hal
tersebut dari benakku. Selalu terngiang-ngiang di telingaku pitedah dari bapak yang merupakan amanat
yang terpenting di hidupku. Dan aku akan berusaha untuk melaksanakan apa yang
mereka harapkan meskipun sulit. Semua hanya untuk orang tuaku tercinta, yang
kudoakan selalu setiap waktu dan aku tau pasti, mereka mendengarku di taman
surga sana. Mereka pun, aku yakin juga mendoakanku disini. Teringat akan doa
bapak sebelum berpulang ke rahmatullah.
“
Sukses semua ya, Nak. Bapak akan selalu ada dihati dan hidup kalian.”
Dan sekarang aku menangis diatas diary-ku. Apa aku bisa kuliah? Aku nggak
mungkin masuk di universitas swasta,
karena biaya yang terlampau mahal. Sedangkan masuk Universitas Negeri aku sudah
gagal masuk dengan beasiswa. Aku harus gimana?
Aku harus hidup dengan diriku sendiri, maka
Aku harus pantas dikenali diriku
Aku ingin mampu saat hari-hari berlalu
Selalu memandang langsung diriku
Aku tak mau berdiri, sampai matahari terbenam
Dan membenci diriku, akibat apa ya ng kulakukan
Aku ingin pantas menerima hormat dari semua orang
Aku hidup dengan 18 anak yatim piatu di sebuah desa
yang tak jauh dari hulu Gunung Telomoyo. Bukan sebuah panti ataupun yayasan.
Kami hanya diasuh (dibiayai sekolah dan hidup sehari-hari) oleh seorang janda. Dirumah itu aku paling senior, dimana
ibu asuhku menggantungkan semua urusan rumah pada diriku. Mulai dari masak,
bersih-bersih sampai pembukuan finansial rumah.
Mungkin pembaca belum pernah
merasakan, bagaimana rasanya setiap hari selalu terjebak dalam rutinitas yang
menjemukan. Habis ini, itu, ini lagi, itu lagi. Bahkan aku belum pernah bisa
merasakan rasanya dingin semilir angin malam dijalan sana dan teriknya matahari
di siang hari di hari libur. JENUH.
Hal inilah yang menjadi semangatku
untuk next sekolah disamping amanat
dari orang tua kandungku. Walaupun ibu asuhku hanya membatasi pendidikan kami
sebatas sampai jenjang menengah atas, dan meski aku sudah gagal masuk beasiswa
bidikmisi SNMPTN Undangan, tapi aku akan tetap berusaha masuk lewat jalur
tertulis meskipun tanpa beasiswa. Setidaknya aku bisa keterima dulu. Soal uang
nanti pasti ada jalannya. Allah tidak buta untuk melihat niat suci hambaNya.
Singkat cerita, aku diterima di
Universitas Negeri Semarang melalui jalur SNMPTN Ujian tulis. Dimana aku harus
mencari pinjaman untuk biaya SPL. Dan alhamdulillah, salah satu putri kandung
dari ibu asuhku yang bekerja sebagai dosen di IPB siap membantu meminjami uang
untuk biaya SPL.
Pada
pertengahan bulan agustus yang kebetulan tepat pada saat bulan Ramadhan aku
menjalani masa PPA dan OKPT. Setelah 2 hari menjalani PPA, tidak
disangka-sangka, ternyata ada info beasiswa bidikmisi gelombang 3, karena UNNES
menambah kuota bidikmisi sebanyak 1000 mahasiswa. Aku pun langsung aktif
mencari tahu semua tentang bidikmisi tahap 2 gelombang 3 tersebut. Setelah aku
mengetahui langkah-langkahnya, aku pun mendaftar formulir bidikmisi online. Aku
hanya bisa berdoa, semoga nasib baik berpihak kepadaku, aku hanya tawakal
kepada Allah.
Sepulang dari PPA dan OKPT, kakiku
bengkak dan tumbuh benjolan kecil-kecil. Sakitnya luar biasa, untuk jalan pun
susah. Padahal aku sudah ada planning
buat mencari surat-surat yang dibutuhkan untuk persyaratan beasiswa. Ya Rabb, beri aku kesabaran, hanya itu
yang selalu kuucapkan saat aku benar-benar merasa kepayahan.
Akhirnya aku
nekat tetap mencari surat-surat tersebut, mengingat waktu juga, karena sebentar
lagi sudah libur hari Raya Idul Fitri. Tidak lama kemudian rumahku kedatangan surveyer dari panitia penerimaan
beasiswa bidikmisi.
Alhamdulillah, Allah Maha Adil. Setelah
membuka pengumuman penerimaan beasiswa bidikmisi 2011 tahap 2 gelombang 3 aku dinyatakan
lolos sebagai mahasiswa yang pantas mendapat beasiswa bidikmisi. Sebuah
tangisan dengan penuh syukur memvonis dirinya untuk menjadi saksi atas
kesabaranku selama ini. Dan kini aku mampu menjawab, Dunia telah adil bawaku
melangkah. Dan aku seolah melihat senyum Bapak Ibu di serambi surga seraya
mengatakan,
“Bapak
Ibu bangga padamu, Nak.”
Semakin keras kujatuh
Semakin tinggiku memantul
Ku kerahkan segalanya
Dan itulah yang terpenting
Ditempat pertama
Diriku jarang berada
Jadi aku berusaha sekuatnya
Kuharap dalam hal kecil pun
Aku berhasil
Menatap esok hari yang baru
Dan aku tak mau tertinggal
Prodi/Angkatan : Pendidikan Ekonomi Akuntansi / 2011
Jurusan/Fak : Pendidikan Ekonomi/ Fakultas
Ekonomi
Semester :
4
Motto hidup : Kekayaan tidak selalu diukur
dengan nominal, tapi kekayaan adalah perasaan dimana kita masih mempunyai
semangat dan tekad untuk terus maju untuk mencapi kesuksesan yang hakiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar