Aku Pun Bisa Kuliah
Oleh Agus Joko Prasetyo
Fajar menyingsing, suara ayam mulai sahut-menyahut mulai tedengar olehku. Sayup-sayup merdu suara adzan mententramkan hatiku. Aku pun terbangun dari mimpi indahku, dan segera mengambil air wudlu untuk segera sholat dimasjid. Dingin air terasa membasahi tubuhku yang terbasuh air wudlu ditambah dinginnya udara pagi hari didesa Srikaton Kabupaten Pati. Teman-temanku dipondok pesantren Roudlotul Hamidiyyah mulai terbangun satu demi satu. Aku bergegas menuju masjid disusul oleh teman-temanku yang lain untuk solat berjamaah. Setelah solat, aku ambil Al-Qur’an milikku. Aku isi waktu menyambut pagi hari dengan membacanya dengan seksama. Kubaca satu juz lantunan ayat suci itu dengan suara rendah, supaya tak mengganggu teman-temanku yang lain yang membacanya.
Mentari pagi telah bersinar, kini aku bersiap-siap untuk pergi sekolah, Aku berangkat dari pondok pesantrenku dengan mengayuh sepeda bersama teman-temanku. Semangat dan penuh senyum menghiasi perjalananku sekitar tiga kilometer hingga sampai sekolahanku. Itulah biasanya rutinitasku setiap pagi menjelang sekolah. Sekolahanku, SMA Muhammadiyah 03 Kayen. Sebuah sekolah kecil yang baru berusia dua tahun saat pertama kali aku masuk. Karena aku adalah angkatan kedua dari sekolah itu. SMA Muhammadiyah 03 Kayen, walaupun sekolah yang sangat sederhana. Tapi banyak aku dapatkan hal-hal yang indah disekolah ini. Guru-guru yang baik, yang senantiasa mengajar, mendidik dan membimbingku dan teman-temanku dengan penuh semangat dan tak kenal lelah. Serta aku dapatkan banyak teman-teman yang baik disini, teman-teman yang sederhana yang selama tiga tahun menemaniku sekolah. Canda tawa merekalah yang selalu menghiasi hari-hariku disekolah.
Aku sangat bersyukur bisa bersekolah disini. Dulunya aku pernah putus sekolah, dan aku merantau ke pulau seberang. Pulau yang dikenal dengan pulaunya orang hutan, yaitu pulau Kalimantan. Merantau dipedalaman hutan Kalimantan, setiap malam hanya ditemani lampu teplok yang terbuat dari botol minuman yang diisi minyak tanah yang
diberi sumbu dan dinyalakan api. Aku merantau dikalimantan sekitar lima bulan. Selama disana aku bekerja keras membanting tulang. Aku bekerja bersama dengan kakakku yang pertama yaitu Purhaji yang kemudian disusul oleh kakakku yang kedua yaitu Sukarjo. Kami bekerja mencari Pasir Sircon, yang lebih dikenal dengan Poyak. Sehingga pekerjaanku itu lebih dikenal dengan pekerjaan Moyak. Aku bekerja sering kali dari terbitnya sang mentari sampai pulangnya juga saat terbenamnya matahari diufuk barat. Kulitku menghitam dan rambutku panjang memerah karena terpanggang oleh teriknya sang mentari. Hingga sering aku berfikir saat disana bahwa masa depanku telah suram. Aku berandai-andai dalam lamunan, apakah hidupku sampai tua akan seperti ini. Bekerja keras memeras keringat sampai tulang rentaku dimasa tua tak sanggup lagi diajak untuk bekerja. Aku menyesal sekali telah berhenti sekolah. Sebelum merantau aku bersekolah di MA Miftahul Ulum Tambakromo, tapi hanya sekitar tiga bulan aku keluar dari sekolah itu. Padahal waktu itu keluargaku baru saja berusaha bersusah payah membayar uang pembayaran disekolah baruku itu. Tapi aku malah keluar, saat itu aku merasa iri dengan teman-temanku, dimana mereka terasa memiliki banyak hal yang aku tak punya. Hingga aku sering minder dan sering terdiam melihat diriku sendiri. Hingga aku tak kuasa menahan diri dan akhirnya aku putuskan untuk bekerja saja supaya aku bisa memiliki banyak hal yang mereka punyai. Aku pun merantau ke Kalimantan ikut dengan kakakku, walaupun kakakku dan keluargaku awalnya semuanya melarangku dan memarahiku. Mereka ingin aku tak keluar sekolah.
diberi sumbu dan dinyalakan api. Aku merantau dikalimantan sekitar lima bulan. Selama disana aku bekerja keras membanting tulang. Aku bekerja bersama dengan kakakku yang pertama yaitu Purhaji yang kemudian disusul oleh kakakku yang kedua yaitu Sukarjo. Kami bekerja mencari Pasir Sircon, yang lebih dikenal dengan Poyak. Sehingga pekerjaanku itu lebih dikenal dengan pekerjaan Moyak. Aku bekerja sering kali dari terbitnya sang mentari sampai pulangnya juga saat terbenamnya matahari diufuk barat. Kulitku menghitam dan rambutku panjang memerah karena terpanggang oleh teriknya sang mentari. Hingga sering aku berfikir saat disana bahwa masa depanku telah suram. Aku berandai-andai dalam lamunan, apakah hidupku sampai tua akan seperti ini. Bekerja keras memeras keringat sampai tulang rentaku dimasa tua tak sanggup lagi diajak untuk bekerja. Aku menyesal sekali telah berhenti sekolah. Sebelum merantau aku bersekolah di MA Miftahul Ulum Tambakromo, tapi hanya sekitar tiga bulan aku keluar dari sekolah itu. Padahal waktu itu keluargaku baru saja berusaha bersusah payah membayar uang pembayaran disekolah baruku itu. Tapi aku malah keluar, saat itu aku merasa iri dengan teman-temanku, dimana mereka terasa memiliki banyak hal yang aku tak punya. Hingga aku sering minder dan sering terdiam melihat diriku sendiri. Hingga aku tak kuasa menahan diri dan akhirnya aku putuskan untuk bekerja saja supaya aku bisa memiliki banyak hal yang mereka punyai. Aku pun merantau ke Kalimantan ikut dengan kakakku, walaupun kakakku dan keluargaku awalnya semuanya melarangku dan memarahiku. Mereka ingin aku tak keluar sekolah.
Kini penyesalan itu tiada berguna lagi terasa, tapi karena penyesalan itu aku jadi punya keinginan untuk belajar lagi setelah pulang. Aku inginkan untuk bisa sekolah atau mondok jika pulang. Aku bekerja keras setelah itu untuk bisa memperoleh uang yang banyak, dan nantinya bisa untuk biaya untuk sekolah lagi. Tapi pada saat itu ada isu pembunuhan berantai disana, suasna mencekam dan apalagi saat malam hari. Disana, tempat tinggalku hanya sebuah tenda kecil yaang terbuat dari terpal dengan ukuran sekitar tiga kali dua meter yang beralaskan tikar. Hingga pasti jika ada yang berniat jahat akan mudah sekali masuk ketendaku. Tenda yang pastinya sangat mudah dirobek. Disana ditengah area hutan dan hanya terdiri beberapa tenda. Ibuku dirumah menangis mendengar kabar buruk ditempat aku merantau, dimana ketiga anaknya berada disana ditengah mara bahaya yang menyangkut nyawa. Karena itu aku dan kakak-kakakku terpaksa pulang ke Jawa ke kampung halaman dengan hanya membawa sedikit uang saja. Serasa pupus sudah harapanku untuk sekolah lagi.
Dimana ada niat, disitu pasti ada jalan. Mungkin pepatah itulah yang cocok menggambarkan perjalanan hidup yang aku jalani. Saat dirumah cukup lama menjadi seorang pengangguran, aku dan kakak-kakakku berniat untuk merantau lagi di Kalimantan setelah dinilai kondisi disana yang sudah kondusif lagi. Tapi setiap kali waktu mau berangkat ke Kalimantan, selalu ada saja hal yang membatalkan keberangkatanku. Seperti kapalnya tidak ada, sedang ada gelombang besar dilaut saat itu dan lain-lain. Pada waktu itu ada tetanggaku yang menawariku untuk mondok didaerah Kayen, kata tetanggaku itu mondoknya gratis dan bahkan bisa disekolahkan juga. Aku pun minta pertimbangan orang tuaku, dan akhirnya aku bersedia untuk pergi kesana. Dari pondok itulah aku akhirnya bisa sekolah di SMA Muhammadiyah 03 Kayen. Karena pengasuh pondokku Kyai Abdul Hamid memberikan kesempatan bagi yang mau sekolah dengan dicarikan pembebasan biaya sekolah.
Alhamdulillah keinginanku saat merantau saat itu terwujud, malahan terwujud semua. Yaitu mondok dan sekolah. Aku jadi mondok di Pesantren Roudlotul Hamidiyah dan bisa sekolah di SMA Muhammadiyah 03 Kayen. Itulah ceritaku bisa bersekolah lagi. Saat itu tanpa terasa sudah tiga tahun aku bersekolah disitu, ada guruku yang bertanya padaku. “Agus..., nanti setelah lulus mau melanjutkan kemana ? ” Tanya guruku. Aku bingung, dan sulit rasanya untuk menjawabnya. Pertanyaan itu sungguh belum pernah aku fikirkan secara serius saat dulu-dulu. Baru saat itu aku benar-benar memikirkannya. Setelah merenung aku putuskan untuk memperdalam lagi ilmu agamaku setelah lulus nanti, aku ingin mondok lagi. Suatu hari ada guruku, Bu wiwik nama beliau memberi info didepan kelas kalau ada beasiswa yang membebaskan biaya kuliah, namanya beasiswa bidikmisi. Beasiswa untuk siswa berprestasi dan berasal dari keluarga kurang mampu. Bu wiwik juga berkata langsung kepadaku menyuruh aku daftar. “Daftar saja gus, kamu kan cukup pintar dan jika kuliah pasti berat juga. Jadi kemungkinan pasti lolos dan diterima” saran Bu wiwik. Tapi aku kurang berminat, karena aku ingin mondok lagi.
Aku sampaikan keinginanku pada ibuku, bahwa setelah lulus nantinya aku ingin mondok lagi. Ibuku menjawab padakau bahwa jika aku ingin mondok maka aku sendiri lah yang akan membiayainya. Karena ibuku sudah tua, dan kakak-kakakku sudah berkeluarga semua dan menafkahi keluarganya masing-masing. Mendengar penjelasan dari ibuku itu aku jadi berfikir. Apakah aku bias membiayai mondokku sendiri, padahal aku ingin mondok di Jawa Timur. Sedangkan pada saat itu dipondok Rodlotul Hamidiyyah dan sekolah di Kayen saja aku dikedua tempat itu dengan banyak mendapatkan pembebasan biaya, mendapat keringanan dan beasiswa. Hanya setiap bulan keluargaku mengirimi uang saku kepadaku sekitar seratus ribu, uang segitu bagiku sudah cukup pada saat itu bahkan kadang masih tersisa. Aku jadi ragu untuk mondok lagi, akhirnya aku berpaling dan mulai memperhatikan beasiswa yang dulu Bu Wiwik infokan kepadaku. Aku mulai bertanya-tanya pada Bu Wiwik tentang beasiswa Bidikmisi itu dan sesekali aku cari informasi di internet diwaktu senggang. Aku jadi benar-benar fokus untuk mengejar beasiswa bidikmisi itu dan pilihan pertamanku adalah mengejarnya di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Karena memang ini sesuai keinginanku untuk memperdalam ilmu agamaku lagi.
Aku mulai mengurus berkas-berkas dan syarat pendaftaran bidikmisinya, tak jarang aku harus pulang kerumah dari pondok untuk mengurusnya. Di rumah tak aku duga, saat aku bilang ingin kuliah dengan mendaftar beasiswa. Mereka pada dasarnya kurang merestui dan menyetujui. Karena anggapan mereka kuliah itu sangat mahal dan sangat membebankan. Didesaku juga masih sangat minim sekali budaya untuk sekolah ke jenjang lebih tinggi. Boro-boro sampai keperguruan tinggi, sampai ketingkat SMA saja masih sedikit sekali. Tapi aku beranikan diri untuk beralasan dan menerangkan. “Ini aku coba daftar kuliah dengan mendaftar beasiswa, jika nanti lolos tetap aku coba untuk masuk kuliah. Apabila saat masuk kuliah itu ternyata ada bayar-bayar, maka aku siap untuk keluar dari kuliah itu” aku menerangkan alasanku. Dengan itu keluargaku merelakanku untuk daftar walau masih mengganjal rasanya. Aku jadi lebih bersemangat untuk mendaftar bidikmisi di IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Di IAIN Sunan Ampel Surabaya pendaftaran bidikmisinya dilakukan secara langsung dikampusnya. Aku minta izin kepada ibuku untuk pergi ke Surabaya. Tapi ibku sangat khawatir, Ibuku memintaku untuk mengajak Pak Lekku untuk menemaniku ke Surabaya. Ibuku khawatir jika aku harus sendiri kesana. karena aku belum pernah sama sekali ke Surabaya. Tapi aku yakinkan ibuku bahwa aku akan sendiri saja pergi ke Surabaya, karena jika ajak Pak Lek pasti akan menambah biaya. Sedangkan aku dan ibuku tidak punya banyak uang untuk membiayainya. Akhirnya ibuku mengizinkanku dengan berat hati aku kesana. Aku berangkat pagi-pagi dari kota Pati, Alhamdulillah sampai halte ternyata tepat pas bus yang menuju ke Surabaya sedang berhenti sejenak disitu. Aku langsung naik dan berpamitan dengan kakakku yang mengantarkanku. Lama perjalanan menyusuri jalan pantura dari Pati sampai Surabaya. Melewati desa demi desa, kota demi kota dan sering melewati jalur dipinggir laut Jawa. Akhirnya selama kira-kira enam jam sampailah aku di terminal Bungurasih Surabaya pada siang hari. “Setelah sampai di terminal Bungurasih, naiklah bus kota dan turunlah di depan Polda Jawa Timur. Kampus IAIN tepat diseberangnya” kata pegawai IAIN Sunan Ampel Surabaya saat aku menelfonnya dulu untuk menanyakan akses untuk sampai ke IAIN. Aku pun mencari bus kota yang dimaksud pegawai IAIN yang aku telefon, akhirnya aku menemukannya dengan bertanya-tanya dengan orang-orang diterminal. Aku pun naik bus itu, sekitar lima belas menit sudah sampai di depan Polda dan aku segera turun dan mencari letak kampus IAIN. Aku bertanya pada penjual makanan disekitar situ, dan menunjukan kampus IAIN yang terlihat masjidnya dari tempat aku berdiri. Aku pun berjalan menuju kesana, setelah sampai aku tak tau dimana tempat pendaftarannya. Aku bertanya dengan salah beberapa mahasiswa disana. Alhamdulillah ada yang mau mengantarkanku sampai kegedung pendaftaran bidikmisinya. Setelah mendaftar aku solat dan langsung pulang ke Pati. Sambil membawa informasi bahwa tanggal 8 Juni adalah hari tes ujian bidikmisinya.
Hal yang tak aku duga terjadi, ternyata 8 juni itu bertepatan dengan Ujian Akhir Sekolah (UAS). Tapi dengan penuh keberanian aku minta untuk diizinkan untuk ikut UAS susulan, dengan alasan mengikuti tes masuk IAIN. Alhamdulillah pihak sekolah mengizinkanku. Setelah menunggu beberapa hari, saat tanggal 7 juni siang aku berangkat ke Surabaya sendiri lagi. Alhamdulillah waktu itu Pak Ali guruku yang turut membiayaiku sekolah di SMA Muhammadiyah memberikan uang saku padaku sebesar seratus ribu. Hingga aku punya cukup bekal ke Surabaya untuk tes. Sampai di IAIN aku pada malam hari, aku tak tahu harus tidur dimana. Sempat berfikri tidur di Halte bus dan di jembatan penyeberangan pejalan kaki. Tapi aku fikir itu sangat berbahaya dikota sebesar itu. Akhirnya aku punya ide untuk tidur dimasjid IAIN yang besar. Sampai disana aku justru mendapat kenalan dari mahasiswa disana, dia berasal dari Madura. Tapi juga aku mendapat info yang mengagetkanku sekali pada malam itu. Dia mengatakan bahwa tes ujian mahasiswa baru dengan bidikmsi ditunda sampai tanggal 16 Juni. Aku sedih sekali, kenapa aku tidak dapat pemberitahuan. Atau jangan-jangan karena aku yang jarang buka informasi diwebsitenya. Padahal aku telah bela-belakan jauh-jauh dari Pati dan menunda UAS-ku. Tapi aku tidak lama larut dalam kegelisahan itu, seketika aku langsung berfikir untuk pulang supaya besok bisa mengikuti UAS. Malam sekitar jam Sembilan aku pulang dari Surabaya, dan sampai di Pati menjelang subuh. Akhirnya aku jadi ikut UAS dengan tanpa susulan.
UAS pun berlalu, pada tanggal 15 Juni aku pergi ke Surabaya lagi. Kali ini benar-benar waktu tesnya. Aku sampai disana pada malam hari juga. Seperti keberangkatan dulu aku masih belum tahu dimana aku harus tidur malam itu. Aku pun berputar-putar di sekitar terminal Bungurasih untuk bias mengisi waktu itu. Aku masih dalam kebingungan dimana aku harus tidur, sementara malam semakin larut. Aku putuskan untuk tidur di masjid terminal, dan aku istirahat dan rebahan dilantainya. Baru sebentar saja aku istirahat, kulihat pengurus masjid mulai menyirami lantai masjid dengan air. Dengan seketika para orang-orang yang istirahat disitu langsung beranjak pergi semua termasuk aku. Ternyata dilarang untuk tidur dimasjid itu. Aku semakin bingung, aku pun berjalan berputar-putar tanpa tujuan disekitar terminal. Hingga aku lihat mushola kecil di perumahan warga, aku pun putuskan untuk tidur disitu dan berharap tidak disirami lagi lantainya seperti yang tadi. Malam itu terasa panjang bagiku, rasanya sulit sekali mataku terpejam dan berharap akan cepat dating sang pagi.
Alhamdulillah malam berlalu, setelah sholat subuh aku langsung mencari bus menuju IAIN Sunan Ampel. Ketika sampai disana sudah terlihat banyak pendaftar yang siap mengikuti tesnya. Sebelum ujian, panitia disana memberikan sambutannya. “Sungguh beruntung sekali nanti yang bisa diterima bidikmisi karena dibebaskan dari semua biaya kuliah” kudengar diantara sambutanya. Setelah itu ujian pun dimulai, aku kerjakan soal-soal itu dengan baik dan cermat supaya nanti bias lolos. Alhamdulillah ujian selesai dengan lancar, aku pun segera pulang ke Pati.
Sambil menunggu pengumuman ujian bidikmisi itu, aku fokus ke persiapan Ujian Nasional yang segera lagi akan akan datang. Aku lebih semangat belajar, mengikuti tambahan pelajaran, mengerjakan soal-soal dan lain-lain. Aku berkeinginan untuk lulus UAN dengan nilai murniku asli. Aku harus wujudkan itu, aku tidak boleh mencontek, tidak boleh meminta jawaban teman apalagi membawa bocoran jawaban. Itulah yang menjadi komitmentku dalam menghadapi UAN saat itu. Aku berfikir jika aku jujur dan mengikuti aturan, pasti Allah akan lebih memberikanku manfaat. Allah pasti lebih melihat prosesku dalam mengikuti dan berusaha sebaik mungkin mengikuti UAN daripada melihat hasil nilaiku. Itulah yang juga membuatku sangat percaya diri dan semangat untuk bias lulus dengan nilai murni.
Alhamdulillah UAN berjalan dengan lancar dan aku sukses dalam mewujudkan komitmenku untuk mengerjakan sendiri dalam ujian. Walau sempat ada teman-temanku yang menggodaku dengan bocoran soal UAN, ada yang memintaku membenarkan jawabanku yang katanya salah dan lain-lain. Tapi aku tetap tegar untuk setia kepada komitmenku. Akhirnya pengumuman tiba, aku sempat khawatir apakah aku akan lulus atau tidak. Sungguh sangat malu pastinya jika tidak lulus. Aku menerima amplop pengumuman yang berisi surat keterangan lulus atau tidaknya. Aku buka surat keterangan itu, dan tak aku duga aku mampu lulus dengan hasil perjuanganku sendiri. Alhamdulillah aku sangat bersyukur sekali.
Kini tinggal menanti pengumuman bidikmisinya. Waktu pengumuman tiba, aku lihat di website IAIN Sunan Ampel. Aku sangat sedih sekali melihat pengumuman itu, tiada namaku yang tertera dalam nama-nama yang lolos disana. Padahal aku sudah berjuang seperti itu, tapi kenapa tidak lolos juga. Tapi aku tetap berfikir positif, mungkin memang aku yang tidak sepintar dengan siswa-siswa yang dinyatakan lolos dan aku yakin pasti Allah punya rencana yang lebih baik dari hal itu. Setelah itu aku tidak putus asa untuk mengejar bidikmisi, aku coba mendaftar di IAIN Walisongo Semarang yang masih membuka pedaftaran bidikmisi. Bedanya dengan di Surabaya, di IAIN Walisongo ini cuma mengirimkan berkas tanpa ada seleksi tertulis. Selang beberapa minggu tak kunjung juga pengumuman bidikmisinya keluar. Ketika aku buka di websitenya tidak ada pengumuman bidikmisinya. Aku jadi berfikir bahwa aku tidak lolos seleksi disitu. Ini buatku adalah kegagalan yang kedua buatku dalam mendaftar bidikmisi. Aku jadi mengubur dalam-dalam keinginanku untuk kuliah.
Setelah dua kegagalan itu aku jadi berfikir untuk datang kerumah Pak Ali yang dulu sempat menawariku pekerjaan. Beliau saat mendengar ceritaku juga turut prihatin dengan apa yang aku alami. Setelah itu beliau memberitahuku, jika nanti jadi kerja maka akan segera dihubungi. Karena ternyata Pak Ali juga menunggu konfirmasi dari saudaranya yang menyediakan lapangan kerja tersebut. Dimasa-masa menunggu kabar dari Pak Ali itu sesekali aku harus pergi kesekolah untuk mengurusi kelulusanku. Saat-saat itu aku diberi semangat oleh Bu Chusnul, guru bahasa Indonesiaku. “Agus…jika kau punya cita-cita untuk kuliah, pasti Allah akan memberikan jalan untukmu untuk kuliah, jalan yang tak akan kau duga-duga” semangat dari bu Chusnul. Semangat itu mampu membuatku tersenyum dibalik harapanku yang telah aku kubur dalam-dalam.
Dihari berikutnya aku bertemu dengan Bu Misroh, Guru Sosiologiku. Beliau tiba-tiba bertanya kepadaku. “Agus, masih ingat tentang janji ibu dulu kepadamu?” Tanya Bu Misroh. “Janji apa bu ?“ aku balik bertanya. “Dulu ibu sempat menjanjikan, siapa yang dapat nilai tertinggi sosiolosgi di UAN kali ini akan ibu beri hadiah” bu Misroh menjelaskan. Aku baru ingat, dan ternyata nilai sosiologiku adalah yang tertinggi disekolahku saat itu. Aku berfikir pasti bu Misroh akan memberikan hadiah novel seperti hadiah-hadiahnya yang dulu, sudah dua kali aku menerima hadiah novel dari beliau saat Ujian Semesteran karena aku memperoleh nilai sosiologi tertingi. Tapi dugaanku kali ini meleset jauh. “Gus, maukah kau kuberi hadiah untuk ibu daftarkan ujian SNMPTN ? tapi syaratnya adalah tujuannya di Universitas Negeri Semarang, karena ibu juga ambil S2 disana. Apakah kamu menerimannya ?” Tanya bu Misroh.
Sungguh saat itu aku sangat kaget dan senang sekali mendengar penawaran hadiah itu. Satelah aku fikir aku pun menerimanya. Sejak saat itu gelora semangatku untuk kuliah tumbuh kembali setelah terkubur sangat dalam. Mungkin inilah jalan dari Allah yang dulu disampaikan bu Chusnul. Semua teknis pendaftaran bu Misroh yang atur dan aku hanya sedikit-sedikit mengurusi. Biaya ujian saat itu sebesar Rp 175.000,00 ditanggung beliau. Aku diberi tahu bu Misroh bahwa nanti ujianku di SMAN 1 Semarang. Saat itu banyak guruku yang turut membantuku, beda saat aku dulu mendaftar di Surabaya. Pak Lagiyo, guru ekonomiku mencarikanku tempat menginap di Semarang, jadi supaya tidak akan terlantar lagi seperti di Surabaya. Beliau menelfon temannya yang rumahnya ada disekitar SMAN 1 Semarang. Alhamdulillah ada, namanya mbak Mulyani. Aku juga diberi tahu guru-guruku bahwa SMAN 1 Semarang berada didepan Universitas Diponegoro di dekat kawasan Simpang Lima Semarang.
Aku berangkat sendiri ke Semarang satu hari sebelum ujian. Sebenarnya aku juga belum tahu pasti dimana letak SMAN 1 Semarang, tapi tetap semangat saja demi menghemat pengeluaaran. Aku naik bus dari Pati, sekitar dua jam sampailah aku diterminal Terboyo Semarang. Setelah itu naik bus yang kata supirnya melewati Universitas Diponegoro. Aku duduk termenung didalam bus karena tidak ada teman yang bias diajak bicara. Aku menikmati perjalananku saat itu, melihat kota Semarang dan tetap teliti jika terlihat kampus Undip, aku bisa turun disitu fikirku. Sekitar setengah jam perjalanan dari terminal, aku melihat papan yang bertuliska Universitas diponegoro. Aku pun seketika meminta berhenti pada sopirnya, setelah turun aku bertanya-tanya pada orang-orang disekitar situ. “Permisi pak, mau Tanya. Kampus Undip sebelah mana ya pak?” tanyaku. Bapak itu menjawab “Dik, ini juga kampus Undip, disana juga ada kampus undip dan disana lagi juga ada kampus Undip”. Aku tambah bingung, aku Tanya lagi “Pak kalau kampusnya yang dekat SMAN 1 Semarang sebelah mana ya pak ?”. “O… itu, wah adik salah turun. Kalau itu masih jauh, silahkan naik bus lagi” jawab bapak itu menerangkan dan menyetopkan bus untukku. Aku pun naik bus lagi, dan sampailah aku di kampus Undip yang ramai sekali dan aku turun disitu. Setelah itu aku tanya lagi dengan orang disitu, dan ternyata SMAN 1 Semarang telah terlewat olehku. Aku pun naik angkutan lagi, baru setelah ini aku bisa sampai di SMAN 1 Semarang. Setelah sampai aku segera menelfon mbak Mulyani bahwa aku telah sampai di Semarang, tepatnya sudah sampai di SMAN 1 Semarang serta aku menanyakan bagaimana aku bias sampai kerumahnya. Beliau lalu menjelaskan letak rumahnya secara rinci. Aku terus naik angkot menuju rumahnya, aku turun didekat gedung Wanita, aku mulai masuk dan menyusuri gang-gang perumahan. Aku sempat salah rumah salah rumah waktu itu, karena ada orang yang namanya sama dengan mbak mulyani. padahal sudah kira-kira setengah jam aku berada dirumah itu berbincang-bincang dengan orang tua dirumah itu, dan ternyata malahan salah orang yang aku tuju. Akhirnya aku ditujukan kepada rumah mbak Mulyani yang kedua, yang memang benar-benar menjadi tujuanku. Sampai disana aku disambut dengan hangat oleh mbak Mulyani dan kedua orang tuanya. Setelah berbincang-bincang sebentar aku langsung pamit istirahat karena capek sekali tadi sempat muter-muter dan salah rumah.
Hari pertama SNMPTN tiba, aku pun berangkat menuju SMAN 1 Semarang. Alhamdulillah ujian hari pertama berjalan dengan lancar dan aku mendapat kenalan teman cowok yang berasal dari Pati juga, namanya Febri. Setelah berbincang-bincang cukup panjang dia mengajakku untuk menginap dikos temennya. Karena nanti temennya yang ditumpangi itu mau pulang Pati, dan dia sendirian. Setelah berfikir, aku pun terus menyetujuinya. Karena aku agak sungkan dengan kebaikan dan berbagai fasilitas yang banyak diberikan keluarga mbak Mulyani padaku. Setelah selesai ujian aku ajak Febri untuk ke rumah mbak Mulyani untuk menemaniku berpamitan dengan mbak Mulyani dan orang tuanya. Setelah itu aku bergegas menuju kos temennya febri yang berada di dekitar Udinus ( Universitas Dian Nuswantoro). Kami naik angkot sampai sekitar Tugu Muda Semarang. Setelah itu jalan kaki, dan tak aku duga ternyata Febri belum hafal jalan menuju kos temennya itu. Kami pun berputar-putar disekitar kampus Udinus cukup lama, menyusuri gang-gang hingga kami lelah. Kami pun beristirahat sejenak dan Febri menelfon temennya itu yang ternyata belum pulang. Alhamdulillah, kami dijemput hingga akhirnya sampai juga aku dikos temennya itu.
Hari kedua SNMPTN tiba, ujian pada hari itu pun berjalan dengan lancar. Setelah itu aku langsung pulang menuju Pati bersama Febri. Alhamdulillah selamat sampai rumah. Selanjutnya tinggal menunggu pengumuman SNMPTN itu. Setelah selang sekitar satu bulan, pengumumannya tiba. Aku pergi ke warnet untuk melihat pengumuman itu, setelah login aku melihat-lihat pengumumannya. Aku cari dengan tergesa-gesa, dimana ini tulisan lolos atau tidaknya aku mencari-cari. Ternyata tulisannya itu kecil disebelah atas, disitu tertulis. Pedaftar yang bernama Agus Joko Prasetyo dinyatakan “LOLOS SELEKSI SNMPTN”, diterima di Universitas negeri Semarang di Progam studi Pendidikan Administrasi Perkantoran. Aku bersyukur sekali akhirnya aku lolos. Aku beritaukan itu kepada keluargaku, Bu Misroh, Pak Ali dan mbak Mulyani serta yang lainnya. Kini tinggal menunggu pengumuman bidikmisinya, aku berharap bisa diterima juga sehingga aku bias kuliah
Suatu hari rumahku didatangi seorang pegawai yang berdandan rapi, beliau memperkenalkan diri dan ditugaskan dari Unnes. Aku sangat kaget dan senang, aku kira itu adalah pegawai itu akan menyampaikan bahwa aku lolos diterima mendapat bidikmisi. Tapi ternyata itu bapak-bapak itu hanya ditugasi mensurveiku, apakah aku layak mendapat bidikmisi atau tidak dilihat dari keadaan rumah dan kondisi keluarga dilapangan. Bapak-bapak itu menanyaiku dan keluargaku dengan detail sekali dan juga memfoto-foto keadaan rumahku. Setelah itu bapak itu memberi tahuku tentang tanggal pengumumannya dan setelah itu beliau pamit pulang. Setelah menunggu beberapa hari akhirnya pengumuman bidikmisi pun tiba, aku datang ke warnet dan membuka pengumumannya. Aku lihat nama-nama yang lolos, kubaca dari atas. Sekitar dua puluh nama sudah aku baca tapi aku belum menemukan namaku, mencari dari seratus kuota yang tersedia. Aku berfikir “ apakah aku tidak lolos, ah mungkin namaku berada dibawah. Karena pasti yang diatas itu adalah nama anak-anak yang lebih pintar dariku”. Aku pun membaca dari bawah, terlihat nama-nama yang tidak lolos bidikmisinya dan diterima sebagai mahasiswa regular. Alhamdulillah aku akhirnya menemukan namaku, Agus Joko Prasetyo. Disitu tertulis, “Diterima sebagai mahasiswa bidikmisi”. Aku sangat bersyukur sekali. Aku langsung memberitahukan itu kepada guru-guruku dan keluargaku. Dipengumuman itu juga diumumkan bahwa untuk melakukan lapor diri dan verivikasi di Unnes langsung.
Waktu verivikasi tiba, aku berangkat ke Unnes dengan penuh semangat berbekal uang seadanya. Sekitar empat jam aku sampai di Unnes, aku langsung menuju Auditorium Unnes tempat verivikasinya. Aku mengikuti beberapa mahasiswa baru juga yang akan verivikasi yang kebetulan berbarengan denganku saat naik angkutan menuju Unnes. Aku sampai disana pada siang hari, terlihat sudah banyak sekali mahasiswa yang sama sepertiku yang sedang antri yang itu cukup panjang sekali antriannya. Ditengah-tengah antrian aku ditawari banyak penjual makanan, tapi aku menolaknya. Karena aku menghitung-hitung uang yang aku bawa cuma sedikit. Jadi terpaksa harus irit, walau saaat itu sangat lapar sekali. Sampai akhirnya aku cuma membeli sebungkus tahu goreng untuk mengganjal perutku yang lapar.
Disaat verivikasi aku berkenalan dengan dua teman baru, yaitu Herdi dan Edo, merekalah yang menjadi teman bercanda tawaku dan kesana kemari saat verivikasi. Tak aku sangka saat verivikasi masih ada bayar-bayar lagi, aku lihat uangku jika aku membayarkan uangku pasti nanti aku kesulitan untuk pulang ke Pati. Tapi Alhamdulillah Herdi dan Edo menawariku untuk meminjamkan uangnya kepadaku, aku sangat berterima kasih sekali pada mereka karena sudah mau membantuku walau baru kenal denganku. Lama sekali verivikasi itu, tak aku kira sampai malam setelah magrib aku baru selesai verivikasinya. Setelah selesai itu aku terus menghubungi nomer kos-kosan yang diberikan penjaga warnet didesaku yang sering aku kunjungi untuk mencari informasi dan membuka pengumuman-pengumuman di Unnes yang kebetulan ternyata penjaga warnet itu juga kuliah di Unnes. Aku telfon pemilik nomer itu, namanya adalah Kang Maryono. Alhamdulillah dia bersedia menerimaku untuk menginap satu malam disana dan bersedia menjemputku di Auditorium. Setelah sampai dikos dan berkenalan dengan orang-orang yang ada dikos itu aku langsung istirahat.
Pada tengah malam, aku terbangun dari tidurku. Rasa lapar diperutku telah membangunkanku, karena dari tadi siang aku belum makan. Untuk mengisi perutku itu aku hanya meminta air putih dikos itu, dan sesekali saat lapar aku minum air putih itu. Hingga aku bisa tidur lagi malam itu. Pagi harinya aku segera pamitan pulang ke Pati. Sempat khawatir menghinggapi fikiranku, apakah uang yang aku punya waktu itu masih cukup untuk biaya pulang sampai rumahku. Aku berfikir jika uangku tak cukup, maka akan aku jual handphone jadulku yang aku miliki selakunya. Tapi Alhamdulillah uang yang aku bawa masih cukup hingga aku sampai rumah, walau sangat mepet sekali. Sampai dirumah aku langsung mengobati rasa lapar diperutku yang dari kemarin belum makan. Setelah hari itu, tinggal menunggu hari masuk kuliah di Unnes, aku sangat menunggu saat itu tiba.
Saat waktu menunggu untuk masuk kuliah, tiba-tiba aku mendapat telfon dari Unnes. Aku sangat kaget sekali. Dikatakan dari petugas yang menelfonku, bahwa aku diterima bidikmisi didua perguruan tinggi yaitu di Universitas Negeri Semarang dan di IAIN Walisongo Semarang. Jika aku tidak segera mengurusi dan mengundurkan diri disalah satunya maka bidikmisi yang aku terima terancang gagal. Aku bingung sekali waktu itu, masih ada cobaan lagi dalam aku untuk bisa kuliah tapi aku tetap semangat mengurusi itu. Aku pastikan pengumuman yang diberikan pihak Unnes kepadaku itu. Aku buka website IAIN Walisongo dan disitu tetap tak aku lihat pengumuman yang menyatakan aku diterima disana. Aku pun juga menelfon pihak IAIN menanyakan hal itu, dan dari petugas yang aku telfon dikatakan bahwa memang tidak ada namaku sebagai penerima bidikmisi disana. Aku kembali menghubungi petugas unnes yang menelfonku itu, aku sampaikan tentang bahwa aku tidak diterima di IAIN. Tapi dari petugas Unnes itu menerangkan padaku dengan baik dan ramah bahwa data dari Jakarta bahwa aku diterima didua tempat. Karena itu, aku pun segera membuat surat pernyataan pengunduran diri dari bidikmisi di IAIN Walisongo Semarang. Dikarenakan aku sudah melakukan verivikasi dan lapor diri di Unnes, dan yang di IAIN aku belum apa-apa. Kufikir lebih baik di Unnes saja, karena aku sudah banyak berkorban dari awal tes sampai dulu menahan lapar saat verivikasi. Andai saja saat itu aku tahunya aku diterimadi dua perguruan tinggi sebagai penerima bidikmisi, pasti aku sangat bingung sekali memilihnya antara Unnes dan IAIN Walisongo. Tapi sungguh aku tidak pernah berniat untuk bisa diterima di dua perguruan tinggi sebagai penerima bidikmisi, aku mendaftar bidikmisi di Unnes juga karena aku sudah merasa gagal di IAIN Walisongo saat itu. Aku tidak ingin merebut peluang orang-orang yang sama seperti aku yang ingin kuliah jika aku diterima di dua tempat.
Aku pun berangkat ke Semarang dengan mengajak tetanggaku dengan membawa motor, supaya lebih cepat sampai Semarang. Karena itu memang harus diurus secepatnya, supaya aku bisa tetap kuliah. Dua jam aku sampai di Unnes, aku terus mencari petugas yang menelfonku tadi dan Alhamdulillah segera bertemu. Beliau tetap menerangkan padaku dengan baik dan ramah, aku sangat senang sekali dengan pelayanan yang diberikan saat itu. Beliau juga memperlihatkan lembar keterangan bahwa diriku diterima didua perguruan tinggi yang bersal dari Jakarta, terang beliau. Setelah itu aku pergi ke IAIN Walisongo, dengan banyak sekali bertanya akhirnya aku sampai disana walau sempat berputar-putar karena tidak tahu jalan. Sampai disana aku langsung menerangkan bahwa aku yang menelfon tadi dan aku menyerahkan bukti lembar keterangan yang bersumber dari Jakarta bahwa aku diterima bidikmisi di IAIN Walisongo juga. Petugas yang aku temui itu langsung pergi ke komputernya dan mulai mengotak atik isi didalam komputernya. Setelah beberapa saat, akhirnya beliau menemuiku dan menjelaskan ternyata aku itu dulunya adalah dimasukan dalam cadangan bidikmisi disana dan ternyata di Jakarta dinyatakan lolos bidikmisi di IAIN Walisongo. Setelah mendengar itu aku langsung menjelaskan bahwa aku mengundurkan diri mendapat bidikmisi disana dan menyerahkan surat pernyatan pengunduran diriku, yang sebelumnya fotokopiannya sudah aku serahkan ke Unnes sebelum ke IAIN tadi. Aku menjelaskan alasanku kenapa mengundurkan bidikmisi dari IAIN Walisongo karena aku sudah verivikasi di Unnes dan banyak sekali pengorbanan yang telah aku lakukakn untuk bisa sampai di Unnes, sedangkan untuk di IAIN Walisongo belum lakukan apa-apa. Akhirnya beliau mau menerima pengunduranku itu dengan penuh pengertian. Setelah itu aku langsung pulang ke Pati dengan rasa lega tapi sangat was-was.
Apakah masalah ini akan menghambatku masuk kuliah. Aku berharap masalah itu segera terselesaikan, dan aku jadi dapat bidikmisi di Unnes. Berhari-hari aku sangat dihantui fikiran takut tidak jadi dapat bidikmisi. Tapi alhamdulillah, hingga waktunya masuk kuliah tidak ada informasi bahwa bidikmisiku dibatalkan. Akhirnya aku bisa kuliah di Universitas Negeri Semarang dengan mendapatkan bidikmisi. Aku sangat bersyukur sekali pada Allah. Aku juga senang, perjuanganku untuk kuliah selama ini akhirnya membuahkan hasil. Memang benar jika kita punya cita-cita, jika ada niat dan kemauan disertai usaha dan doa untuk meraihnya, niscaya Allah akan memberikan jalan untuk itu. Allah juga yang lebih tau mana yang terbaik bagi kita, maka harus tetap berfikir positif dan bersyukur dengan apapun yang terjadi serta tetap semangat untuk jalani kehidupan. Itulah cerita perjalananku, cerita perjuanganku untuk bisa kuliah. Berjuang penuh semangat untuk meraih bidikmisi, berjuang mewujudkan jalan meraih mimpi-mimpiku.
BIODATA PENULIS
Nama : Agus Joko Prasetyo
Prodi : Pendidikan Ekonomi Administrasi Perkantoran
Faklutas Ekonomi Unnes
Alamat : Dukuh Ngerang, Desa Tambakromo,
Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar