# Dikutip dari Catatan FB Agus JP
CERITA DIBALIK DRAMA IMBISI FE
Pada tanggal 6 sampai 8 april aku sebagai mahasiswa bidikmisi diwajibkan megikuti acara jambore bidikmisi Unnes. Kegiatan yang dilaksanakan mulai hari jum’at pagi sampai minggu siang, ya itu bertepatan dengan hari libur dan waktunya istirahat. Tapi aku sebagai penerima bidikmisi harus mengikutinya untuk memenuhi kewajibanku.
Sebelum acara jambore berlangsung, aku diberi tahu pengurus BSC ( Bidikmisi Scholarship Comunity ) bahwa nanti pas jambore ada acara malam inagurasi atau pentas seni. Setiap fakultas diwajibkan menampilkan minimal satu penampilan. Aku sebagai ketua bidikmisi di fakultas ekonomi diminta untuk mempersiapkan perwakilan dari fakultasku. Hari berikutnya aku langsung kumpulkan anak-anak bidikmisi FE, aku sampaikan tentang apa-apa tentang jambore nanti, termasuk tentang pentas seni yang setiap fakultas harus mengirimkan minimal satu penampilan. Setelah aku data anak-anak bidikmisi FE, aku kaget dan sedih karena hanya ada satu nama yang ingin tampil, Eka Ariyanti Yunita dengan menyanyi. Tapi alhamdulillah masih ada yang ingin tampil.
Hari berikutnya jambore semakin dekat, aku diberi masukan oleh sekretaris IMBISI FE, Raeni.Dia memberi usul bagaimana kalau FE nampilin sebuah drama, aku senang mendengarnya tapi juga khawatir tidak akan bisa. Karena waktu yang sudah tinggal beberapa hari lagi. Ya memang pemberitahuan tentang malam inagurasi sangat mendadak sekali.
Selanjutnya aku kumpulkan seluruh koordinator prodi bidikmisi di FE, aku rapatkan bersama tentang apa yang akan bidikmisi tampilkan nanti. Serta aku undang para mahasiswa bidikmisi FE yang aku aku lihat punya bakat dibidang musik serta beberapa mahasiswa yang aku usulkan untuk jadi MC saat acara jambore. Rapatpun dimula, aku sampaikan kegelisahanku karena sampai saat itu belum ada persiapan untuk pentas seninya. Aku usulkan bagaimana kalau menampilkan sebuah band, itu mungkin lebih mudah dalam waktu singkat. Tapi kelihatan para peserta rapat itu masih ragu. Karena waktu yang memang sangat mendesak Tiba-tiba datang sebuah informasi dari Lia, mahasiswi BM FE yang aku undang karena aku usulin dia untuk jadi MC jambore. Lia memberi usul “bagaimana kalau kita nampilin sebuah drama, aku punya kenalan seorang pelatih drama yang siap melatih kita”. Informasi dari Lia itu memberikan harapan untuk sumbangan penampilan pentas seni dari FE. Semua peserta rapat setuju, setelah itu langsung menghubungi pelatih yang Lia usulkan. Kami sepakat langsung pada malam hari itu juga aku usulkan untuk latihan karena waktu yang sudh sangat mendesak, itu adalah hari rabu dua hari sebelum acara jambore. Temen-temen para koordinator pun setuju. Aku infokan ke seluruh anak bidikmisi FE yang ingin ikut meramaikan penampilan dari FE dalam sebuah drama untuk datang ke joglo FE pukul 18.00.
Mentari telah terbenam, aku berangkat lebih awal kejoglo. Aku duduk termenung sendirian dijoglo sambil menatap langit menunggu teman-temanku yang aku harapkan bisa meramaikan dramanya. Kutatap langit dam sunyinya joglo, sesekali kulihat kerah jalan belakng radio REM FM dan belakang gedung C3 FE. Berharap dibalik kegelapan malam akan muncul teman-temanku berdatangan. Tak terasa aku terdiam disana sudah hampir setengah jam. Aku mulai khawatir jangan-jangan teman-temanku tidak pada datang. Aku mulai sms mereka, apakah mereka jadi datang atau tidak. Aku bersyukur, mereka kebanykan membalas mereka sedang dalam perjalanan. Setelah setengah jam menunggu akhirnya teman-temanku mulai berdatangan hingga sekitar sepuluh orang. Aku senang, ada hasilnya aku menunggu. Setelah itu kami menunggu sang pelatih sambil memikirkan jalan cerita dramanya, karena sudah dirasa cukup lama Lia pun menghubungi sang pelatih. Ternyata sang pelatih sudah sampai di depan C3. kami pun langsung menuju kesana menemui sang pelatih.
Aku lihat Lia menghampiri seseorang berambut gondrong dengan ikatan panjang. Aku tahu itulah sang pelatih yang dimaksud Lia. Dari gaya dan penampilan orang itu aku bisa merasakan sisi dunia seni yang melekat dan kelihatan menyertainya. Kami pun menuju tengah gedung C3 lantai satu, tepat diapit dua mading. Sang peltih memperkenalkan diri, namanya bang Kodrat dari UKM KIAS FBS. Terus beliau menanyakan pada kami tentang gambaran cerita yang ingin kami tampilkan, aku pun mewakili teman-temanku dan menyampaikannya pada bang Kodrat. Aku berkata dengan penuh semangat “ Begini bang ceritanya, pertama-tama ada sebuah anak-anak bidikmisi yang sedang kumpul-kumpul-kumpul mereka saling bercurhat ria tentang beasiswa bidikmisi mereka, setelah itu muncul anak bidikmisi lagi yang mengajak untuk demo menentang BBM. Terus terjadi perdebatan disana antara yang pro dan kontra. Akhirnya ada sebagian anak yang menjadi kontra dan sepakat untuk demo”. Bang Kodrat pun mengangguk-angguk dengan wajah berfikirnya. Setelah itu beliau mengambil beberapa buah teks sebagai panduan bagi kami.
Selanjutnya bang Kodrat memilih kami untuk berperan jadi apa, apa dan apa. Pertama bang kodrat ingin ada pantomim, aku kaget kok ada pantomim juga. Bang Kodrat meminta Furqon dan Arif untuk jadi pantomim, Hesti dipilih jadi yang membaca prolog, Eko dipilih untuk menjadi pemimpin pemain musik perkusi, dan yang lainnya diminta merancang teks skenarionya. Kami mengubah teks panduan untuk disesuaikan dengan alur cerita yang kami buat, pas dibagian ada menyanyikan sebuah lagu. Di panduan adalah lagu “Jaranan”, kami pun menyanyikannya bersama. Tapi tersa lagu itu kurang pas denan tema yang kami usung. Kemudian ada yang usul untuk diganti dengan lagu “Iwak peyek”, kami semua pun setuju. Tapi kami mengubah lirik lagu itu.
Iwak peyek... iwak peyek... iwak peyek nasi jagung
Sampai tuek sampai nenek bidikmisi tetap disanjung
Iwak peyek.. iwak peyek.. iwak peyek... nasi tiwul
Sampai tuek sampai nenek bidikmisi tetap unggul..
Kami pun menyanyikan lagu itu bersama-sama, dengan semangat dan penuh senyum dan tawa kami menyanyikan lagu itu. Tanpa terasa waktu terus bergulir, malam semakin larut menginjak pukul sepuluh malam. Sementara teks skenarionya baru sedikit sekali, dan waktu pentas tinggal beberapa lagi. Sementara anak-anak cewek sudah harus pulang karena sudah malam. Kami pun buat kesepakatan, besok akan latihan sampai sejadinya bahkan sampai pagi bersedia. Selanjutnya yang cewek yang ingin pulang silahkan pulang. Tapi yang cowok, aku, eko, koeri, furqon dan arif tetap disana. Aku dan koeri mengantar anak-anak cewek yang akan pulang, karena posisinya sudah malam. Pertama aku antarkan pipit dan hesti ke kosnya di gang cendana bersama koeri. Setelah itu aku mengantarkan riwa dan kawan-kawannya ke rusunawa. Sementara koeri langsung menuju ke C3. malam yang dingin disertai rintik hujan membuatku kedinginan, aku sampai dirusunawa. Riwa dkk memintaku untuk menginformasikan kepada keamanan rusunawa tentang mereka yang ikut latihan drama. Aku pun mendatango bapak satpamnya, aku bicara dengan baik-baik bilang kepada pak satpam bla bla bla tentang riwa dkk yang ikut latihan drama untuk jambore bidikmisi. Alhamdulillah bapak satpamnya memaklumi hal itu, lega rasanya tidak dimarahi. Bapak satpam yang baik itu terus memberi tahuku bahwa sebenarnya jam pulang mahsiswa rusunawa adalah pukul sembilan malam. Setelah itu riwa dkk tersenyum karena berhasil masuk dengan lancar dan aku pun kembali ke C3 menerobos dinginnya angin malam dan guyuran rintik hujan.
Aku sampai di C3, kami bersama bang kodrat langsung mengkonsep lagi drama yang akan kami tampilkan. Beliau memberi contoh, memberi masukan, memberi ide-ide yang tak kami duga. Hingga saking asyiknya sudah lebih dari jam dua belas malam, kami pun menyudahi persiapan pada malam itu. Eko, Arif, dan Furqon kembali ke kos masing-masing. Sementara aku dan Koeri menuju ke mushola FIS untuk sholat, kami berdua pun memutuskan tidur dimushola FIS. Sebelum tidur, aku mencoba membuat teks skenario untuk dramanya, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Aku pun tidak kuat menahan kantuk dan akhirnya aku pun tidur di dalam mushola menyusul koeri. Kami bangun setelah mendengar suara adzan berkumandang, setelah itu bergegas wudhu dan sholat berjamaah. Seusai sholat aku dan koeri bergegas pulang. Jam tujuh pagi aku berangkat kuliah, terasa mataku sangat berat sekali disertai rasa kantuk yang dalam saat kuliah. Walau aku sudah membawa permen kopi tapi tetap rasa kantuk itu menyerang bertubi-tubiAkhirnya siang itu bisa aku lalui, hingga sang mentari mulai tenggelam kembali menandakan waktunya untuk latihan drama lagi. Aku dijemput koeri untuk menuju joglo FE, koeri terlihat membawa bekal dan perrlengkapan ditasnya yang terlihat penuh. Ya bekal untuk jambore pada hari jum’at besok. Karena kamis malam itu kami sudah sepakat untuk belatih sejadinya drama walau sampai pagi. Sementara rumah koeri juga berada di Ungaran.
Kami sampai dijoglo dan menunggu temen-temen yang lain, alhamdulillah pada hari itu aku berhasil mengajak beberapa orang lagi iktu dramanya begitupun Eko mengajak temen-temen BM yang lain untuk ikut bermain musik. Akhirnya temen-temen sudah datang dan sang pelatih pun tiba. Kami langsung berlatih dramanya dengan berbagai macam karakter. Bagian pertama adalah nyayi lagu iwak peyek bareng-bareng, aku sangat suka bagian ini. Karena tidak banyak butuh ekspresi yang dibutuhkan, Cuma nyanyi-nyanyi dan joget-jogetan. Ini sungguh bisa menghilangkan rasa lelahnya fikiranku dan membuatku fresh. Selanjutbya adalah masuk ke dialognya, sungguh sulit ternyata bermain drama, jujur aku sulit sekali berekspresi selain diriku asli. Kami diberi contoh dengan berbagai ekspesi sesuai peran kami. Saat setiap pemain giliran memainkan perannya, sering kami harus mengulanginya berkali-kali untuk memperbaiki aktingnya. Mungkin yang paling tidak bisa berperan dengan baik cuma aku. Waktu terus berlalu, kami belum bisa mendapatkan jalan cerita yang sudah baik. Aku serasa ingin berputus asa, akankah drama dari FE ini akan gagal fikirku. Terlebih lagi bang Kodrat selalu menambahi dan mengubah terus konsep dan jalan cerita. Kami jadi bingung dan ingin protes. Mungkin kami yang masih awam dalam dunia teater dan drama sungguh sulit mengalami moment-moment seperti itu. Saat masih mencoba memainkan perannya, tiba-tiba ada konsep baru dan ekspresi baru yang harus kami lakukakn. Tapi mungkin jika itu dilakukakan dan dialami anak drama mungkin itu adalah konsep yang bagus. Tapi kami hanya pasrah saja dengan sang pelatih dan percaya apa yang dilakukan dan dikonsep bang Kodrat itu baik demi keberhasilan dramanya. Tapi kami tetap berusaha sungguh-sungguh untuk bisa melakukannya.
Sedang serius bermain drama, saat kami praktekkan dengan kadang-kadang memberi efek mematikan lampu untuk sesekali sebagai penambah seni dalam dramanya. Tiba dikegelapan joglo saat lampu dimatikan, aku lihat seorang yang memakai topi mendatangi kami yang sedang berlatih. Lampu dihidupkan, aku kira orang itu ingin sekedar melihat latihan kami. Tapi setelah aku lihat orang itu nampak serius bertanya-tanya pada eko dan orang-orang yang disekelililngnya. Karena penasaran aku pun menghampiri orang itu, Eko pun memintaku untuk aku yang mengomonginya. Orang itu bicara padaku dengan nada tinggi dan wajah yang tidak ramah, ternyata dia adalah satpam Unnes. Dia menegur kami yang berlatih dijoglo dengan mematikan lampu tapi tidak izin dengan keamanan kampus. Aku pun meminta maaf kepada pak satpam tersebut, tetapi pak satpam itu tetap memperlihatkan wajah tak enaknya. Aku pun rasanya ingin marah juga tapi aku pendam. Aku sudah bicara baik-baik tapi satpam itu tetap tidak menunjukan keramahannya padahal kami sudah mengakui kesalahan kami karena memang kami tidak mengetahui peraturan ketika memakai joglo dan mematikan lampu tersebut. Satpam itu pun pergi dan menyuruhku segera laporan kepada satpam FE untuk meminta izin. Aku dan Eko pun segera menuju ke gedung C6 dan laporan serta meminta izin. Aku sampai kesana, aku kira satpam tadi berada di gedung C6 tapi aku hanya melihat satpam FE. Aku dan Eko langsung bercerita tentang kejadian tadi serta meminta izin serta meminta maaf karena belum konfirmasi terkait pemakaian joglo. Alhamdulillah satpam FE yang aku temui pada saat itu orangnya ramah dan murah senyum tidak seperti satpam yang menegurku tadi.
Aku dan Eko kembali ke joglo melanjutkan latihannya. Malam semakin larut menunjukan pukul sepuluh malam, kami belum berhasil memerankan dan menyempurnakan jalan ceritanya. Sempat terjadi perdebatan antara kami, antara dalam dramanya fokus tentang kegalauan bidikmisi atau ditambahi dengan adanya masalah demo BBM. Perdebatan itu panjang sekali, tapi akhirnya kami memutuskan untuk fokus ke kegalauan bidikmisi. Tapi ketika praktek, ceritanya masih saja mengambang tidak jelas konsepnya dan berubah-ubah. Kami justru yang tersasa semakin galau.
. Waktu semakin malam, sementara itu datang rombongan dari mahasiswa bidikmisi FIS. Mereka juga dilatih oleh bang Kodrat. Setelah itu kami diminta bang Kodrat untuk istirahat saja dulu dan mendiskusikan jalannya cerita sambil melihat anak-anak FIS yang sedang latihan. Mereka sedang berlatih puisi teatrikal. Kami pun berdiskusi didepan kantor BEM FE, disitu kembali kami merasa bingung. Kenapa konsep dari bang Kodrat berubah-ubah terus, kami pun berkeluh kesah. Tiba-tiba eko memberi masukan, “Ayoo mending kita kembali ke konsep kita kemarin yang sudah kami rancang dan tu pun simpel dan bagus”. Kemudian au dan Eko menerangkan jalan cerita yang dikonsep pada malam sebelumnya dan itu juga dengan bang Kodrat juga. Setelah itu kami membagi perannya kembali, dan mulai praktek sendiri lagi. Kami agak lega karena bisa memerankannya sampai akhir.
Setelah itu giliran kami untuk berakting didepan bang Kodrat, kami agak grogi didepan beliau. Kami mendapat masukan banyak lagi dengan bang Kodrat, kelihatan bang Kodrat kurang bersemangat pada waktu itu karena melihat penampilan kami yang tidak sebagus anak-anak bidikmisi FIS. Hingga drama pun kami praktekan sampai akhir, bang Kodrat tetap dalam ekspresi yang biasa saja tak seperti biasanya. Setelah itu kami diminta untuk beristirahat lagi, itu sudah lebih dari jam dua belas malam. Anak-anak FIS pun kembali menunjukan bakat mereka, sungguh bagus itu rasanya dibanding kami. Kami hanya bisa menonton dari depan kantor BEM dengan wajah lelah dan kantuk yang berat sekali. Aku melihat teman-temanku terlihat sangat capek sekali, mereka duduk sambil termenung seolah terbayang pada fikiran mereka “akankah drama ini dapat berhasil ?”. Pada saat latihan tadi aku juga sangat kesulitan lagi melakukan peran yang aku dapatkan. Aku sempat berputus asa, dan bilang kepada bang kodrat “Bang... jika aku g’ bisa mending aku diganti saja dengan yang lain”. Sontak para teman-temanku kaget dan bersorak terhadapku, “Ayoo kak Agus semangat... Cemungut cemungut kakak !!!”. Aku sedikit kembali semangat dan senang betapa teman-temanku mereka sangat penuh semangat. Aku pun berusaha lagi untuk bisa menyesuaikan peranku. Walau aku akui sangat sulit sekali aku memerankannya.
Waktu terus berlalu, jam sudah menunjukan lebih dari jam satu pagi. Aku lihat Eko sedang asyik memetik gitar mengiringi keheningan malam itu. Sementara aku lihat teman-temanku yang lain sebagian sudah mulai tertidur didepan kantor BEM FE. Aku fikir mereka sudah kecapekan sekali, jadi latihannya tidak mungkin bisa dilanjutkan lagi. Aku coba kekantor HMJ yang kemarin baru dibongkar-bongkar isinya karena ruang mereka akan dipindah, dan ternyata tidak dikunci. Aku pun bangunkan teman-temanku yang tertidur tadi supaya tidur didalam ruang bekas ruang HMJ kerena tidur diluar pasti dingin sekali dan tidak baik bagi kesehatan. Mereka pun padaberalih ke ruang HMJ. Aku coba pinjam gitar Eko untuk menemani malamku itu, aku nanyikan lagu-lagu dengan pelan. Aku nyanyikan lagu pintu taubat dari Zivilia, dan lagu-lagu yang dulu pernah aku ciptakan sendiri. Tiba-tiba Aim menghampiriku, kini dia yang mengiriku bermain gitar dan aku yang menyanyi. Setelah puas menyanyi, Aim tak aku kira dia berpamitan pulang padahal itu sudah jam dua pagi.
Aku duduk-duduk didepan ruang HMJ, aku lihat teman-temanku tidur diatas lantai keramik. Aku terus coba mencari tasku, aku buka tasku ternyata ditasku masih banyak lembaran koran yang kemarin aku beli. Aku ambil koran itu dan aku berikan kepada teman-temanku supaya bisa diakai sebagai alas untuk tidur. Setelah itu Riwa justru keluar dari ruang HMJ dan justru menuju ketempat alat untuk menggotong orang yang biasa dipakai KSR PMI. Riwa langsung tetidur lelap disitu, aku ambil koran yang masih ada untuk bisa menjadi selimut menutupi tubuhnya. Melihat Riwa yang tidur diluar aku jadi tidak ingin tidur. Aku putuskan untuk melek sampai pagi, tak mungkin aku ikut tidur juga sementara membiarkan seorang gadis tidur diluar. aku duduk-duduk sambil sesekali berbincang-bincang dengan beberapa temanku yang belum tidur juga. Alhamdulillah masih ada beberapa temanku dan termasuk bang Kodrat juga yang masih melek. Hingga sekitar jam tiga pagi mereka baru pulang. Tanpa terasa waktu terus berlalu dan sekitar jam empat pagi kulihat para teman-temanku yang tadi tidur pada bangun. Mereka ternyata ingin pulang dulu kekos masing-masing untuk mempersiapkan perlengkapan nanti untuk jambore. Setelah mereka pulang aku coba rebahan di depan kantor BEM FE bersama dengan beberapa temen cowok yang lain. Tanpa terasa aku sempat tertidur sampai aku dengar suara azan subuh menggema. Kami pun terbangun dan menuju ke mushola FIS untuk sholat berjamaah. Setelah itu kami mempersiapkan bekal untuk jamborenya. Saat Jambore sungguh aku juga merasa ngantuk sekali ingin tidur dan beristirahat. Tapi aku harus semangat, karena aku harus ikut deklarasi dan menjadi ketua kelompok. Alhamdulillah aku bisa menahan rasa kantukku dan menyelesaikan acara jambore hari pertama dengan lancar.
Saat jambore aku diberi tahu fasilitatorku bahwa bagi yang imgim pulang kos boleh tidak menginap di lingkungan auditorium. Kabar ini membuatku senang, aku merasa ada jalan bagi teman-teman bidikmisi FE untuk bisa latihan lagi. Selanjutnya aku sms semua teman-temanku BM FE yang ingin membantu kesuksesan dramanya. Akhirnya mereka sepakat, malam itu kami latihan lagi. Kami sangat berharap malam itu kami sudah bisa menyelesaikan jalan ceritanya dengan lancar. Tapi tak aku sangka, malam itu kami masih belum klop rasanya dengan jalan ceritanya. Sedangkan badanku tersa capek sekali begitu juga dengan teman-temanku pastinya. Saat sudah menjelang tengah malam, kami sebagian tertidur di joglo termasuk aku. Ada beberapa yang belum tidur, lulu’, riwa dan lia dan beberapa yang lain aku dengar samar-samar dari mimpiku mereka sedang mencari ide dan jalan pintas untuk drama itu. Saat aku terbangun, aku gabung dengan mereka. Terlihat wajah senyum dari mereka, mereka mengatakan bahwa ceritanya dibuat lebih simple. Tidak ada demo-demonya, hanya fokus ke kegalauan bidikmisi. Serta ditambah dengan beberapa lagu dan puisi serta tokoh ustad yang diperankan Koeri dan beberapa konsep tambahan. Aku senang dan setuju saja dengan konsep itu dan aku mengajukan diri sebagai tokoh ustadnya menggantikan koeri sementara Koeri menggantikan peranku sebagai mahasiswa yang galau-galau. Mereka pun setuju. Malam itu aku pun kembali tidur di mushola FIS dengan Koeri.
Pagi harinya adalah kegiatan Outbond dan Riset Camp yang Alhamdulillah aku bisa menyelesaikannya dengan lancar pula. Saat menjelang sore, aku mendapat sms dari temen-temen yang dari kemarin ikut serta latihan drama. Mereka memintaku untuk mengumpulkan anak-anak untuk latihan akhir persiapan drama, karena malam itu adalah malam inagurasinya. Sekitar jam setengah enam sore aku sms semua pemain dan pendukung drama untuk kumpul sambil istirahat dan makan bersama didepan auditorium.Disitu kami berdiskusi sambil makan makanan yang disediakan panitia jambore, kami sempat berdebat seru disitu tapi intinya demi kebaikan dan kesuksesan drama. Akhirnya langsung setelah makan disepakati langsung latihan. Kami tentukan lapangan rektorat Unnes, tepat dibawah tiang bendera. Kami sangat bersemangat disitu, kami berlatih dikondisi yang sebenarnya sangat capek. Kami berlatih disuasana remang-remangnya menjelang magrib, mengiringi terbenamnya mentari. Setelah beberapa saat akhirnya suara adzan menggema keseluruh penjuru arah mata angin. Setelah itu beberapa saat kemudian kami sudahi latihan yang disaksikan oleh rumput-rumput lapangan rektorat dan dilihat oleh gagahnya tugu konservasi serat tiang bendera yang mengawasi kami yang ada dibawahnya.
Teman-teman sebagian lansung pulang, sedangkan aku ajak koeri untuk membantuku mengkonfirmasi panitia jambore tentang lampu nanti yang akan dihidup matikan, yang sebelumnya kami solat dulu dimushola rektorat. Aku cari panitianya, aku tanyakan bagaimana cara mematikan lampu panggung di auditorium. Aku panggil Koeri yang masih berada diluar auditorium. Mas panitia itu kemudian mencari pengurus auditorium untuk menyakan hal-hal terkait lampu. Aku masih menunggu lagi untuk beberapa saat. Sambil menunggu aku lihat banyak mahasiswi bidikimisi yang sedang istirahat didalam auditorium yang terlihat rapi-rapi untuk melihat pentas seni di malam inagurasi nantinya. Serta aku lihat koeri sudah ingin mandi, karena memang pada saat itu kami belum mandi dan nanti harus kumpul jam tujuh malam dijoglo.Akhirnya pengurus auditorium itu ketemu dan aku lansung diajaknya kelantai dua auditorium. Terus orang itu memberitahuku sakelar untuk mematikan lampu panggung di dalam auditorium. Setelah itu aku dan Koeri baru bisa bersiap-siap untuk mandi. Tapi aku minta kepada koeri untuk mengantarku mengambil barang-barangku dipatemon untuk drama nanti. Setelah kuambil kami lansgung menuju kejoglo dan kami pun mandi dikamar mandi di kompleks joglo. Itulah pertama kalinya aku mandi disana.
Setelah aku mandi aku lihat teman-temanku pada berdatangan. Aku senang sekali mereka sangat semangat yang terlihat dari wajah mereka. Saar mereka datang mereka tersenyum kepadaku semacam keheranan. Ya saat itu karena aku sudah memakai baju seorang ustad lengkap dengan surbannya yang aku pakai solat magrib tadi. Walaupun menurutku itu sederhana saja, pakaian itu sudah biasa aku pakai saat aku solat. Ya nanti ketika drama aku mendapat peran sebagai seorang ustad. Kulihat teman-teman juga sudah membawa kostum-kostum yang tidak aku duga, ada yang membawa gamis, kebaya, baju daerah dan lain-lain. Mereka mulai memakai pakaian masing-masing. Bang kodrat pun datang, dan beliau langsung memberi intruksi kepada kami untuk segera berkostum ria. Selanjutnya beliau merias mempermak habis Furqon dan Arif untuk jadi pantomim. Tidak tanggung-tanggung hampir seluruh tubuhnya dicat oleh bang Kodrat. Sementara aku dapat sms dari BSC untuk datang ke Audit untuk pengaturan urutan penampilan. Aku pun segera kesana bersama Reza koordinator BM FIS yang kebetulan timnya juga ada dijoglo. Setelah disana berkumpul dengan perwakilan fakultas aku minta urutan tampil sekitar ketujuh. Selanjutnya aku kembali lagi kejoglo dan akun lihat teman-temanku sudah memakai kostum masing-masing. Aku pun ikut-ikutan, penampilan pertama aku belum memakia pakaian ustad. Aku masih seperti mahasiswa biasa dan aku diminta memakai kacamata. Saat aku memakai kacamata, dan bergaya semauku, duh respon dari temen-temen luar biasa. hehe mereka nggak menyangka bahwa ketua BM FE bisa seperti itu. Setelah semua siap, kami langsung menuju auditorium dengan sebagian besar berjalan kaki.
Kami sampai disana dan menunggu penampilan kami tiba, sementara itu aku harus mengantar Angga ke lantai atas Audit untuk menunjukan tempat sakelar lampu untuk memeberi efek hidup mati saat kami tampil. Aku juga harus berkoordinasi dengan panitia terkait mahaiswa FE yang ingin tampil selain drama. Setelah itu kami berkumpul kembali dan bang kodrat berinisiatif untuk gladi bersih sekali lagi di samping audit dilapangan mushola. Kami pun mengikutinya, dengan semangat kami gladi bersih diremang-remangnya cahaya. Setelah dianggap cukup kami kembali lagi kebelakang panggung untuk menunggu giliran tampil. Saat giliran kami sudah mau tampil, tiba-tiba dari panitia bilang akan ada satu dua lagi yang tampil. Mereka memohon kepada kami untuk memperbolehkannya. Ya aku sebagai perwakilan menyetujuinya saja. Sementara itu sms mengalir deras kepadaku dari teman-teman BM FE. Mereka menanyakan kapan drama FE tampil. Aku bilang kepada mereka untuk sabar menunggu. Aku senang karena penampilan dari drama FE sangat ditunggu-tunggu.
Hingga pada akhirnya giliran kami pun tiba. “Inilah penampilan drama dari Fakultas Ekonomi” seru host pada acara itu. Seketika sambutan dari penonton meriah sekali. Tapi seketika hening kembali saat tiba-tiba lampu dimatikan oleh Angga. Setelah itu bang Kodrat dan kawan-kawan BM FE memasang lilin-lilin dipanggung dan menyediakan perlengkapan selagi lampu mati. Aku dengar riuh sambutan dari mahasiswa yang menonton menanti penampilan dari kami, “Ekonomi.. prok prok prok... Ekonomi prok prok prok” suara tepuk tangan itu menambah semangat bagiku. Kami pu segera masuk kepanggung dengan berpose sedemikian rupa. Kami berpatung, dan nanti saat dikenalkan harus mengucapkan kata-kata yang seolah mencerminkan kami dalam drama. Aku tepat berada paling tengah dengan gaya yang tak biasa aku lakukan. Gaya seorang pemuda yang memakai kacamata memakai baju luar yang dibuka dengan gayanya memandang keangkasa. Hesti memulai prolognya dengan diiringi tembang jawa dari Riwa yang seketika para penonton langsung terdiam dan aku juga merasa merinding mendengar tembang Lingsir Wengi yang dinyanyikan Riwa. Hesti pun mengenalkan kami satu persatu, dimulai dari pantomim, asis, dimas dan selanjutnya adalah aku. Hesti berkata, “pemain selanjutnya Agus”, aku pun bergerak dari berpatungku dengan berkata “Semangat mas bro !!!” seketika itu penonton yang lebih dari seribu itu langsung bersorak ramai karena aksiku itu. Aku juga sedikit bingung mengapa bisa jadi riuh dan ramai seperti itu, apakahtadi aku melakukan suatu yang menarik, lucu, aneh atau apa. Tapi yang jelas aku merasa senang aku berhasil membuat penonton riuh bersorak ramai. Karena pemain sebelumnya tidak ada yang disambur seperti itu. Selanjutnya sampai selesai perkenalannya diiringi dengan riuh penonton bersorak-sorak. Setelah itu lampu mati kembali dan aku kembali kebelakanng panggung.. Sesi yang pertama adalah menyanyikan lagu iwak peyek versi kami, saat itu aku harus ikut berjoget-joget untuk ikut bernyanyi. Pada sesi itu juga ada moment perkelahian antara penonton dan pemain, penonton itu dimainkan oleh eko. Sunggu seru saat moment itu, semua penonton terlihat kaget dan penasaran apakah itu diluar skenario atau bukan. Setelah peristiwa itu kami lanjutkan dengan dialog bertema kegalauan bidikmisi. Sementara itu aku kembali kebelakang panggung untuk berganti kostum menjadi seorang ustad. Sambil menyaksikan teman-temanku yang lain yang asyik berakting menceritakan kegalauan mahasiswa bidikmisi aku deg-degan karena akan segera tampil. Kini aku segera tampil, aku masuk bersama lulu’ yang berpakaian kebaya, sontak aku dengar riuh dari penonton lagi mungkin karena melihatku masuk berpasangan dengan lulu’ atau karena aku telah berganti kostum sebagi seorang ustad. Hehe, asalnya seorang yang bergata gaul berubah seketika jadi ustad. Aku pun masuk dan menghampiri para pemain yang tadi duluan masuk. Aku langsung berpidato layaknya seorang ustad, aku bicara dengan hati-hati. Aku sudah persiapkan kata-kata sejak disore harinya, aku sempat bingung ingin mencari bahan-bahan pidatonya. Aku berpidato dengan lantang, aku tidak menyangka bisa selantang itu saat berhadapan dengan penonton sebanyak itu, aku jauh berbeda saat latihan yang tidak mam[u berbicara dengan sangat lantang. Saat aku lantunkan ayat-ayat suci Al-qur’an, tiba-tiba suasan auditorium jadi hening beberapa waktu. Saat aku berhenti menghela nafas, riuh sorak penonton kembali terdengat lagi. Setelah pidatoku selesai, dramanya ditutup dengan menyayikan lagu syukur dari Opick secara bersama-sama. Setelah selesai aku dengar riuh tepuk tangan dari penonton terhadap aksi drama kami.
Kami kembali kebelakang panggung dengan senang sekali, hasil jerih payah usaha keras kami siang malam bisa terwujudkan dengan lancar dan aku anggap itu sukses sekali. Aku juga melihat senyum senang terlihat dari wajah teman-temanku dan juga dari bang Kodrat dan teman-temannya. Selain itu juga aku mendapat banyak sms dari teman-temanku yang menonton mereka mengatakan bahwa drama dari kami bagus dan keren sekali. Setelah itu kami istirahat dan makan bersama di belakang audit. Sementara itu banyak dari teman-teman yang datang menghampiri kami utnuk minta berfoto, yang paling laris adalah Furqon dan Arif sebagai pantomim. Banyak sekali yang ingin berfoto dengannya. Setelah drama itu banyak yang berkomentar kepadaku dengan penuh canda tawa, “Wah Agus pak ketua, jadi ustad gaul. Asalnya joget-jogetan eee.. malah akhir-akhirnya jadi ustad”. Aku pun tersenyum dan senang menanggapi komentar itu. Demikian ceritaku bersama teman-teman IMBISI FE yang seru-seruan berlatih dan bermain drama, sangat berkesan dan menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar